Selasa, 06 November 2012

Obat Patah Hati Ala Mimin!


Tentunya banyak di antara kita yang pernah mengalami patah hati. Dan pelampiasan dari kondisi itu bisa bermacam-macam. Melampiaskan patah hati dengan mengamuk atau menangis sehari semalaman? Itu sih sudah biasa. Tapi, melampiaskan patah hati dengan cara yang lebih kreatif? Nah, ini baru keren. Kondisi patah hati memang tidak pernah menyenangkan, efeknya membuat si korban bisa melakukan hal-hal negatif, seperti berteriak, mengamuk, menangis 7 hari 7 malam, atau lebih buruk lagi bunuh diri (hii, jangan sampai).

Nah, sebetulnya, patah hati bisa kok dilampiaskan dengan hal positif, yaitu dengan melakukan hobi atau kegiatan yang menyenangkan, seperti menulis. Bahkan, beranjak dari pengalaman patah hati, teman-teman penulis dari LeutikaPrio bisa menerbitkan bukunya sendiri. Coba deh cek link di bawah ini:
Buku tersebut berisi tentang kisah teman-teman yang sedang patah hati dan cara mereka bisa move on, bangkit dari keterpurukan dan menjalani hidup dengan positif lagi.

Menulis dapat dijadikan salah satu terapi patah hati karena kondisi patah hati bisa disembuhkan dengan menulis. Memang prosesnya tidak selalu berjalan instan, namun paling tidak sakit yang kita rasakan berkurang. Sumpah lho, saya sering melakukannya (ups, curhat). Dan, setelah diamati, saya memang lebih rajin mengisi buku diary ketika sedang patah hati, hehehe.

Ternyata saya gak sendirian, hal yang sama juga dilakukan oleh Pak BJ Habibie. “Kesembuhan BJ Habibie dari trauma karena kehilangan istrinya adalah dengan menulis. Pilihan yang sangat bijak dibanding 3 pilihan lainnya, yakni: dirawat di RSJ, berkonsultasi terus-menerus dengan dokter, dan menulis. Kisah Habibie itu makin mengukuhkan simpulan menulis memiliki efek menyembuhkan. Persis seperti ditulis dr. Dito Anurogo pada harian ini edisi 11 April 2012. Merujuk hasil penelitian Baikie KA dan Wilhelm K (2005), dokter yang berkarya di Rumah Sakit Keluarga Sehat Pati itu mengungkapkan bahwa terapi expressive writing bisa meningkatkan dan memperbaiki suasana hati (mood).”

Menurut para ilmuwan di Temple University menemukan bahwa wanita yang menuliskan pengalaman traumatisnya, ternyata jarang mengalami sakit kepala, susah tidur, dan gejala depresi dibandingkan mereka yang tidak mau menuliskannya. Berdasarkan sebuah penelitian di Ben Gurion University di Israel pada tahun 2002, mereka yang menuliskan sebuah kejadian yang menjadikan beban pikiran akan mengurangi frekuensi kunjungan mereka ke klinik pengobatan selama 15 bulan ke depan. (The Miracle of Writing, hal 5-6)

Nah, itu tadi dari segi medis. Kalau dari segi estetika, menulis di saat patah hati juga menghasilkan tulisan yang lain. Seringnya hasil tulisan kita akan berbeda dengan tulisan kita pada biasanya. Kata-kata yang kita ciptakan bisa lebih keren dari yang biasa kita tulis sehari-hari. Kalau tidak percaya, coba deh baca buku harian kamu di saat kamu sedang patah hati. Pasti ada sesuatu yang berbeda.

Pernah kan mendengar atau membaca ungkapan ini: Menulislah yang kamu tahu. Saya setuju banget dengan ungkapan ini. Sebab, dengan menulis yang kita tahu, kita dapat menuliskan sesuatu yang mendekati kenyataan. Nah, yang terjadi mungkin seperti itu.

Saat mengalami patah hati, saat itulah kita jujur. Kita akan mudah mengungkapkan semuanya dengan blak-blakan rasa sakit atau rasa pedih kita. Jadi, wajar bila hasil tulisannya jadi nge-feel banget. Saat patah hati, orang akan cenderung menulis tentang hal-hal yang berbau patah hati juga, atau menuliskan kesakitannya. Biasanya kita akan menuliskannya begitu saja secara gamblang di buku harian atau di mana saja. Suatu saat kita butuh referensi, tinggal buka saja deh buku harian. Gak perlu riset lagi. ^^

Tapi nggak harus tentang kepatahhatian juga sih, bisa juga tentang move on-nya kita saat diputus sama pacar. Bahkan melalui tulisan, kita bisa balas dendam. Kalau kita sedang tidak suka, bikin saja tulisan yang ber-sad ending untuk “dia” yang telah menyakiti kita. Asyik kan? Lumayan untuk mengobati luka. Daripada melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang tidak terlibat dengan kasusmu, lebih baik tetap kreatif, tapi dendam terpuaskan. Ups! Piss!  Hehehe. ^^v

Tapi, bagaimanapun nggak boleh dong berlarut-larut dalam kesedihan. Harus segera move on, mesti segera bangkit dari keterpurukan. Buktikan kalau kita tetap bisa bahagia tanpa dia. Buktikan bahwa kita dapat bangkit seperti dulu lagi. Buktikan bahwa kita sebenarnya sangat beruntung karena gak berlanjut sama dia.
So, keep positive ya, Guys! Saat patah hati, jangan lakukan hal negatif! Mending menulis cerita dan memublikasikannya. Siapa tahu ada yang bersedia menerbitkan. Asyik, kan? Stay positive and creative. Happy writing!



Sumber:
Agus Pribadi. “Menulis untuk Penyembuhan Diri”. http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/05/18/menulis-untuk-penyembuhan-diri/. Diambil pada 06 November 2012, pukul 11.05.
M. Iqbal Dawami. The Miracle of Writing. Yogyakarta: Leutika, 2010.

0 komentar: