Obat Patah Hati Ala Mimin!
Tentunya banyak di
antara kita yang pernah mengalami patah hati. Dan pelampiasan dari kondisi itu bisa
bermacam-macam. Melampiaskan
patah hati dengan mengamuk atau menangis sehari
semalaman? Itu sih sudah biasa. Tapi, melampiaskan patah hati dengan cara yang lebih
kreatif? Nah, ini baru keren. Kondisi patah hati memang tidak pernah menyenangkan,
efeknya membuat si korban bisa melakukan hal-hal negatif, seperti berteriak,
mengamuk, menangis 7 hari 7 malam, atau lebih buruk lagi bunuh diri (hii,
jangan sampai).
Nah, sebetulnya, patah hati bisa kok dilampiaskan dengan hal positif,
yaitu dengan melakukan hobi atau kegiatan yang menyenangkan, seperti menulis. Bahkan, beranjak dari pengalaman patah hati, teman-teman penulis dari LeutikaPrio bisa menerbitkan bukunya sendiri. Coba deh cek link di bawah ini:
Buku tersebut berisi tentang kisah teman-teman
yang sedang patah hati dan cara mereka bisa move
on, bangkit dari keterpurukan dan menjalani hidup dengan positif lagi.
Menulis dapat dijadikan salah satu terapi patah hati karena
kondisi patah hati bisa disembuhkan dengan menulis. Memang prosesnya tidak selalu berjalan instan, namun paling tidak sakit yang
kita rasakan berkurang. Sumpah lho, saya sering melakukannya (ups, curhat).
Dan, setelah diamati, saya memang lebih rajin mengisi buku diary ketika sedang patah hati, hehehe.
Ternyata
saya gak sendirian, hal yang sama juga dilakukan oleh Pak BJ Habibie. “Kesembuhan BJ Habibie dari trauma karena kehilangan
istrinya adalah dengan menulis. Pilihan yang sangat bijak dibanding 3 pilihan
lainnya, yakni: dirawat di RSJ, berkonsultasi terus-menerus dengan dokter, dan
menulis. Kisah Habibie itu makin mengukuhkan simpulan menulis memiliki efek
menyembuhkan. Persis seperti ditulis dr. Dito Anurogo pada harian ini edisi 11
April 2012. Merujuk
hasil penelitian Baikie KA dan Wilhelm K (2005), dokter yang berkarya di Rumah
Sakit Keluarga Sehat Pati itu mengungkapkan bahwa terapi expressive writing
bisa meningkatkan dan memperbaiki suasana hati (mood).”
Menurut
para ilmuwan di Temple University menemukan bahwa wanita yang menuliskan
pengalaman traumatisnya, ternyata jarang mengalami sakit kepala, susah tidur,
dan gejala depresi dibandingkan mereka yang tidak mau menuliskannya. Berdasarkan
sebuah penelitian di Ben Gurion University di Israel pada tahun 2002, mereka
yang menuliskan sebuah kejadian yang menjadikan beban pikiran akan mengurangi
frekuensi kunjungan mereka ke klinik pengobatan selama 15 bulan ke depan. (The
Miracle of Writing, hal 5-6)
Nah, itu tadi dari
segi medis. Kalau
dari segi estetika, menulis di saat patah hati juga menghasilkan tulisan yang
lain. Seringnya hasil tulisan kita akan berbeda dengan tulisan kita pada biasanya. Kata-kata yang kita ciptakan bisa lebih keren dari yang biasa kita tulis sehari-hari. Kalau tidak percaya, coba deh baca buku harian kamu
di saat kamu sedang patah hati. Pasti ada sesuatu yang berbeda.
Pernah kan mendengar atau membaca ungkapan ini: “Menulislah yang
kamu tahu.” Saya setuju banget dengan ungkapan ini. Sebab, dengan menulis yang kita tahu, kita dapat menuliskan sesuatu yang mendekati
kenyataan. Nah, yang terjadi mungkin seperti itu.
Saat mengalami patah hati, saat itulah kita jujur. Kita akan mudah mengungkapkan semuanya
dengan blak-blakan rasa sakit atau rasa pedih kita. Jadi, wajar bila hasil
tulisannya jadi nge-feel banget. Saat
patah hati, orang akan cenderung menulis tentang hal-hal yang berbau patah hati
juga, atau menuliskan kesakitannya. Biasanya kita akan menuliskannya begitu
saja secara gamblang di buku harian atau di mana saja. Suatu saat kita butuh
referensi, tinggal buka saja deh buku harian. Gak perlu riset lagi. ^^
Tapi nggak harus tentang kepatahhatian juga sih, bisa juga
tentang move on-nya kita saat diputus
sama pacar. Bahkan melalui tulisan, kita bisa balas dendam. Kalau kita sedang
tidak suka, bikin saja tulisan yang ber-sad
ending untuk “dia” yang telah
menyakiti kita. Asyik kan? Lumayan untuk mengobati luka. Daripada melakukan hal-hal
yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang tidak terlibat dengan kasusmu,
lebih baik tetap kreatif, tapi dendam terpuaskan. Ups! Piss! Hehehe. ^^v
Tapi, bagaimanapun nggak boleh dong berlarut-larut dalam
kesedihan. Harus segera move on, mesti
segera bangkit dari keterpurukan. Buktikan kalau kita tetap bisa bahagia tanpa
dia. Buktikan bahwa kita dapat bangkit seperti dulu lagi. Buktikan bahwa kita
sebenarnya sangat beruntung karena gak berlanjut sama dia.
So, keep positive ya, Guys! Saat patah hati, jangan lakukan hal negatif! Mending menulis cerita dan memublikasikannya. Siapa tahu ada yang bersedia menerbitkan. Asyik, kan? Stay
positive and creative. Happy writing!
Sumber:
Agus
Pribadi. “Menulis
untuk Penyembuhan Diri”. http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/05/18/menulis-untuk-penyembuhan-diri/.
Diambil pada 06 November 2012, pukul 11.05.
M. Iqbal Dawami. The Miracle of Writing. Yogyakarta: Leutika, 2010.
0 komentar: